Mahasiswa Antropologi UNTAD Didorong Kembangkan Jiwa Wirausaha di Era Digital

Palu — Program Studi Antropologi Universitas Tadulako menggelar Pelatihan/Workshop Kewirausahaan pada Selasa, 9 September 2025. Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber, yakni Zaharuddin dan Muh. Zainuddin Baddolahi, S.Sos., M.Si, dengan moderator Yulianti Bakari, S.Sos., M.A.

Dalam pemaparannya, Zaharuddin mengangkat tema “Membangun Jiwa Wirausaha di Era Digital.” Ia menekankan bahwa wirausaha bukan hanya soal berjualan, melainkan tentang menciptakan nilai yang bermanfaat bagi konsumen. “Ide, peluang, aksi, dan nilai adalah empat pilar utama yang harus dimiliki oleh seorang wirausaha,” jelasnya.

Zaharuddin juga membagikan pengalamannya ketika merintis usaha dari hal-hal kecil, termasuk menjual pisang hijau khas Makassar. Kini, ia aktif menjadi konsultan UMKM di Sulawesi Tengah dan membantu promosi produk melalui media sosial. Menurutnya, pemanfaatan teknologi digital menjadi kunci agar produk lokal dapat menjangkau pasar lebih luas.

Sementara itu, Muh. Zainuddin Baddolahi membawakan materi tentang Kurasi Produk UMKM. Ia menekankan pentingnya menjaga kualitas dan nilai produk agar mampu bersaing di tiga tingkatan pasar: tradisional, modern, dan ekspor. “Produk yang ingin menembus pasar modern dan internasional harus memenuhi standar, mulai dari kemasan, higienitas, perizinan, hingga kelengkapan label seperti halal dan barcode,” paparnya.

Zainuddin juga menyoroti tantangan UMKM di Sulawesi Tengah yang masih kurang efektif dalam melakukan promosi. Ia menyarankan pemisahan akun pribadi dan akun bisnis dalam pemasaran digital, serta pemanfaatan teknologi, termasuk kecerdasan buatan (AI), untuk memperluas jangkauan pasar.

Moderator Yulianti Bakari menyebutkan bahwa pelatihan ini diharapkan dapat menumbuhkan motivasi mahasiswa Antropologi untuk melihat peluang usaha sekaligus mengasah keterampilan dalam mengelola produk lokal. “Mahasiswa tidak hanya dituntut kritis dalam kajian antropologi, tetapi juga adaptif dalam dunia kerja dan kewirausahaan,” ujarnya.

Kegiatan ini mendapat antusiasme dari peserta, yang sebagian besar adalah mahasiswa Program Studi Antropologi. Mereka menilai pelatihan ini memberikan wawasan praktis sekaligus inspiratif dalam mengembangkan potensi wirausaha di era digital yang semakin kompetitif.

Belajar Menyusun Proposal, Mahasiswa Di Dorong Lebih Percaya Diri dan Terfokus

Senin 09 September 2025, Program Studi Antropologi Jurusan Ilmu Sosial Fisip Universitas Tadulako mengadakan pelatihan penyusunan proposal di Ruang Aula Fisip Untad. Kegiatan ini merupakan kegiatan rutin tahunan program studi yang bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkn kemampuan mahasiswa dalam menyusun proposal penelitian terutama untuk mahasiswa Angkatan 2022 dan mahasiswa Angkatan 2023.  Kegiatan ini sangat penting dilakukan, Dr. Junaidi M.A mengurai satu per satu permasalahan klasik yang kerap dihadapi oleh mahasiswa yaitu sulit menentukan topik.

 

“Topik penelitian tidak boleh terlalu luas, juga tidak asal pilih. Ia harus relevan dengan realitas di sekitar, selaras dengan minat pribadi, dan punya makna akademis,” tegasnya. Kalimat itu membuat beberapa mahasiswa terlihat mencatat dengan tergesa, seolah menemukan arah baru untuk menata rencana penelitian mereka.

Bukan hanya soal topik, masalah lain pun menyeruak: mahasiswa sering keliru merumuskan masalah, bingung memilih teori, hingga terjebak dalam pemahaman metodologi yang tidak tepat. Padahal, menurut Dr. Junaidi, M.A teori bukan sekadar tempelan. Ia adalah alat analisis yang harus digunakan secara konsisten, sesuai dengan landasan epistemologi yang dipilih.

Di luar ranah akademis, hambatan teknis dan administratif juga kerap menjadi batu sandungan. Format proposal yang berbeda-beda antarprogram studi, izin penelitian yang rumit, bahkan biaya tak terduga di lapangan, sering membuat mahasiswa kehilangan arah. “Tidak jarang mereka juga kurang percaya diri. Mereka takut idenya dianggap tidak orisinal,” tambahnya.

Pelatihan ini tidak sekadar mengurai masalah, tetapi juga menawarkan jalan keluar. Dr. Junaidi menekankan pentingnya memperbanyak bacaan jurnal nasional dan internasional, agar mahasiswa terbiasa membandingkan penelitian terdahulu dan menegaskan posisi penelitiannya. Ia juga mengingatkan peran vital pembimbing: bukan sebagai hakim yang hanya memberi nilai, melainkan mitra diskusi yang mendorong mahasiswa berani berpikir kritis.

Moderator kegiatan, Anwar, S.Sos, MA, turut menekankan bahwa proposal penelitian yang baik harus jelas dan terstruktur. “Proposal bukan sekadar formalitas administratif. Ia adalah peta perjalanan intelektual mahasiswa,” ujarnya.

Di akhir kegiatan, diskusi yang hangat dan tanya jawab yang dinamis membuat banyak mahasiswa tampak lebih optimistis. Mereka tidak lagi melihat proposal sebagai beban, melainkan sebagai tantangan yang bisa dilalui dengan strategi tepat, konsistensi, dan motivasi.

Bagi Program Studi Antropologi, pelatihan ini menjadi refleksi penting: bahwa membekali mahasiswa dengan keterampilan menyusun proposal berarti menyiapkan mereka menghadapi dunia penelitian yang lebih serius. Harapannya, dari ruang kecil ini lahir karya-karya etnografi dan kajian antropologi yang tidak hanya memperkaya ilmu pengetahuan, tetapi juga memberi kontribusi nyata bagi masyarakat.